Thursday, June 27, 2013

Pilih Mana, Open Surgery, Laparoskopi, atau Robotic Surgery?

Jakarta - Operasi kadang menjadi momok yang menakutkan bagi pasien. Jika operasi biasa dilakukan dengan open surgery, kini ada pilihan lain berupa laparoskopi, yaitu operasi menggunakan alat yang dimasukkan ke tubuh pasien. Nah, saat ini juga sudah ada metode baru, yaitu bedah robotik.

"Dulu operasi laparoskopi alatnya hanya bisa bergerak ke kiri dan kanan. Tetapi dengan robotic ini, lengan-lengan yang masuk ke tubuh pasien bisa berputar layaknya tangan bergerak," kata Dr. Ari Polim, SpOG(K)FER.

Dengan alat bedah robotik, aliran pembuluh darah selama operasi berjalan bisa dikontrol menggunakan sistem Firefly. Hingga kini, bedah robotic bisa dilakukan untuk hampir semua kasus, meskipun paling sering digunakan untuk bedah urologi, ginekologi, dan operasi thoraks.

Dengan pembedahan, diharapkan bisa menjangkau bagian-bagian tubuh yang sulit, meminimalisir morbiditas atau kesakitan dan mortalitas atau kematian.

"Jika dulu, operasi menggunakan mata langsung untuk mengintip pasien, sekarang dengan robotic ini maka rasa nyeri bisa diminimalisir, infeksi juga bisa dikurangi, darah yang hilang lebih sedikit sehingga pemulihannya lebih cepat" lanjut Dr. Ari.

Hal itu diungkapkan Dr Ari dalam acara Press Conference Pencapaian 50 Kasus Pertama Bedah Robotic di RSU Bunda, Jalan Teuku Cik Ditiro, Jakarta, Kamis (27/6/2013).

Untuk melakukan operasi ini, diperlukan biaya yang tidak sedikit yaitu berkisar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta. Meski menelan biaya cukup besar, ternyata operasi ini cukup digemari. Nyatanya dalam setahun ini, di RSU Bunda terdapat 50 kasus yang ditangani dengan bedah robotik.

"Menarik ya, karena awalnya orang-orang tidak yakin, biayanya mahal, apalagi di kondisi ekonomi sekarang ini. 52 persen pasien yang melakukan operasi ini berusia 30 sampai 40 tahun," kata Dr Sita Ayu.

Keuntungan bedah robotik bagi pasien antara lain adalah tidak banyak mengakibatkan perdarahan. Darah yang terbuang kurang dari 100 cc sehingga pasien bisa cepat pulih. Rasa nyeri yang ditimbulkan juga tak begitu parah. Sekitar 60 persen pasien merasakan nyeri pada tingkat 3 - 4 dalam skala 1-10. Tak hanya itu, waktu yang dibutuhkan untuk operasi hanya berkisar sekitar 2 hingga 3 jam.

"Meskipun butuh waktu sekitar 4 jam untuk 7 kasus operasi pertama," imbuh Dr Sita.

Walaupun begitu, masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengembangkan bedah robotik. Antara lain berupa biaya alat yang mahal karena teknologi ini masih jarang digunakan. Alat bedah robotik ini harganya hampir 20 miliar.

Selain itu, perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat dan ahli medis tentang bedah robotik. Dokter dan tenaga medis juga masih perlukan menjalani proses learning curve agar bisa melakukan operasi seperti ini lebih banyak lagi.

Saat ini, di RSU Bunda sudah terdapat 10 dokter yang tersertifikasi. Meski semua kasus bisa ditangain dengan bedah robotic, Dr Sita menekankan bahwa pandangan ahli bedah tetap harus dinomor satukan.

"Oleh karena itu dengan adanya bedah robotik ini, Indonesia memiliki kesempatan yang cukup baik untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan berbasis teknologi dan inovasi," pungkasnya


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...