Wednesday, June 26, 2013

Karena Kemoterapi, Pengantin Baru Ini Frustasi Libidonya Menurun

New York - Sebagian besar pengobatan medis pasti memiliki efek samping. Salah satunya kemoterapi. Selain menyebabkan rontoknya rambut, kemoterapi juga mempengaruhi kehidupan seks pasiennya.

Kristen Howard (31) didiagnosis menderita limfoma non-Hodgkin atau kanker kelenjar getah bening pada tahun 2011. Setelah ia melakukan kemoterapi, Kristen merasakan nyeri saat berhubungan seks dan libidonya menurun.

"Butuh waktu yang sangat lama untuk menyadari bahwa efek samping seksual yang saya alami berhubungan dengan kemoterapi. Selama ini efek samping yang kurasakan hanya diasumsikan dengan faktor psikologis dan mental," kata Kristen kepada ABC News, seperti dilansir Daily Mail, Rabu (26/6/2013).

Kristen menuturkan bahwa rambut rontok selama kemoterapi jauh lebih mengganggu ketimbang efek samping yang tidak pernah disebutkan oleh dokter sebelumnya seperti keringnya vagina, libido menurun, nyeri saat berhubungan intim, dan menurunnya kemampuan untuk mencapai orgasme.

Sementara itu, American Cancer Society memaparkan bahwa perempuan yang melakukan kemoterapi sering melaporkan penurunan hasrat seksual yang ia rasakan. Selain itu, penurunan hasrat seksual juga bisa dipengaruhi efek samping fisik akibat kemoterapi seperti sakit perut, kelelahan, dan tubuh terasa lemah.

Masalah lain yang kerap terjadi pada pasien kemoterapi adalah infeksi jamur terutama bagi mereka yang menggunakan antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri seperti sariawan dan luka di vagina. Penggunaan antibiotik itulah yang bisa menurunkan produksi estrogen pada ovarium dan bisa mengakibatkan menopause dini dan infertilitas.

"Saya adalah pengantin baru. Dengan menurunnya kondisi tubuh untuk melakukan apa yang seharusnya saya lakukan sebagai pengantin baru, itu membuat saya merasa frustrasi," kata Kristen yang sehari-harinya mengelola toko skateboard bersama sang suami di West Village, New York.

"Meski suami saya berkata ia seribu kali lebih menyukai wanita botak, tapi masalah 'kekeringan' itu merupakan masalah besar," imbuhnya.

Perawat klinis spesialis seksualitas dan kanker di University of Texas MD Anderson Cancer Center, Houston, Mary Hughes, mengatakan masalah seksualitas pada pasien kemoterapi kebanyakan tidak ditangani karena mereka merasa malu mengatakan hal itu. "Berpikir tentang seks di tengah usaha mereka tetap bertahan hidup membuat mereka merasa tidak boleh membicarakannya," kata Mary.

Sementara itu, ahli onkologi medis di University of Texas MD Anderson Cancer Center, Houston, Dr Shari Goldfarb, mengatakan, "Masalah kehidupan seks adalah hal yang tabu bagi perempuan. Kebanyakan pasien merasa canggung untuk membicarakan hal itu," ujar dokter yang biasa menangani pasien kanker payudara ini.

Goldfarb telah melakukan survei pada pasien kanker payudara dan limfoma dan ia menemukan bahwa 75 persen perempuan menderita gejala disfungsi seksual setelah melakukan kemoterapi. "Mereka merasa disfungsi seksual karena penyakit yang dideritanya. Tapi, operasi, kemoterapi, dan terapi endokrin juga berpengaruh cukup besar terhadap disfungsi yang dialami," jelasnya.

Psikolog klinis sekaligus peneliti di MD Anderson, Leslie Schover mengatakan kurangnya pelatihan dari dokter dan terapis seks mungkin bisa membuat diskusi seks diantara pasien kanker makin tabu. "Mungkin ada 30 atau 40 ahli ahli kesehatan mental di seluruh negeri yang mengetahui terapi seks sekaligus memahami kanker," tutur Leslie.

Perempuan, meurut Leslie, berharap bahwa ginekolog mereka ahli dalam hal penyakit dan juga masalah seksual. Survei yang diterbitkan British Journal Cancer dan Journal of Psikososial Onkologi menemukan bahwa hanya 30 persen wanita membicarakan masalah seksual dengan dokter mereka setelah atau selama pengobatan kanker.

"Tak peduli berapa usia Anda, ini adalah topik yang sulit. Sangat tidak nyaman membicarakan masalah seks dengan orang lain. Saya sangat malu ketika melihat perubahan dalam diri saya, dimulai dengan infertilitas dan menopause," tutur Suleika Jaouad (24) yang didiagnosis menderita leukimia myeloid akut pada Mei 2011.

Saat itu, Suleika mengaku tengah mengalami gejala gangguan seksual seperti nyeri saat berhubungan initim. Ia pun bingung akan membicarakan masalah itu kepada siapa. Hingga dia memutuskan membicarakan masalah yang dialaminya kepada dokternya.

"Hal itu menyebabkan stres emosional yang begitu berat. Akhirnya saya memutuskan untuk membicarakannya dengan dokter saya, tetapi dengan kunci saya yang terlebih dulu memulai pembicaraan itu," urai Suleika.



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...