Friday, April 4, 2014

Bersantai dengan Menaruh Lengan di Belakang Kepala Bisa Bahayakan Jantung?

Jakarta - Saat bersantai, banyak orang yang menaruh lengannya di bagian belakang kepala, seolah untuk tempat bersandar atau menahan bobot kepala. Memang rasanya menyenangkan lantaran lengan bisa dijadikan semacam bantal. Namun konon kebiasaan ini bisa membahayakan jantung, benarkah?

Saking santai dan nyamannya menyangga kepala dengan lengan, banyak orang yang tidak sadar melakukannya hingga berjam-jam. Tangan baru diturunkan saat yang bersangkutan kesemutan. Nah, ketika lengan Anda terangkat, maka jantung harus memompa darah melawan gravitasi. Namun dr Robert Grenfell, Direktur Layanan Klinis Yayasan Jantung dari Australia mengatakan sama sekali tidak ada bukti bahwa kegiatan ini berdampak buruk bagi jantung.

Dia menjelaskan darah dipompa melawan gravitasi untuk mencapai otak yang merupakan salah satu organ terpenting tubuh. "Otak membutuhkan sejumlah besar darah ketimbang lengan Anda. Otak menerima 10 sampai 15 persen dari yang dihasilkan jantung. Organ ini memang sangat serakah," kata Grenfell seperti dikutip dari ABC Australia, Kamis (3/4/2014).

Jantung memiliki katup yang mencegah terjadinya aliran balik dan juga memiliki dinding otot tebal yang mampu memompa darah keluar ke arteri utama, aorta. Nah aorta dan cabang-cabangnyalah yang melakukan perjalanan sampai ke otak, di mana mereka ini sangat kuat dan elastis, sehingga mampu memastikan darah terus didorong ke atas, meskipun ada gaya gravitasi.

Menurut Grenfell, beban tambahan pada jantung akibat lengan yang terangkat tidaklah signifikan. Apalagi jantung sangat mampu beradaptasi dengan kebutuhan tubuh yang berubah.

Namun bagaimana jika jantung sedang dalam keadaan kurang sehat? Apakah beban tambahan dari aktivitas mengangkat lengan di belakang kepala menjadi berbahaya? "Tidak," tegas Grenfell.

Memang benar orang yang memiliki sakit jantung namun tidak pernah kambuh selama bertahun-tahun, bisa mengalami serangan jantung setelah mencoba melakukan olahraga yang ekstrem. Ini dikarenakan arteri menyempit, sehingga mengurangi suplai darah. Artinya otot jantung tidak bisa mendapatkan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya yang meningkat selama olahraga.
Halaman 1 2 »

Informasi yang Salah Sebabkan Mantan Pasien Kusta Didiskriminasi

Jakarta - Masih banyaknya stigma dan diskriminasi yang ditunjukkan kepada mantan penderita kusta, membuat Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama yang didukung oleh 16 organisasi keagamaan di Indonesia melakukan seruan nasional dalam menghapus stigma dan diskriminasi terhadap mantan penderita kusta. Melihat kenyataan ini, apa yang sebenarnya membuat masyarakat masih saja bersikap seperti itu?

Menurut Romo YR. Edy Purwanto selaku Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), stigma dan diskriminasi yang ditunjukkan masyarakat kepada mantan penderita kusta disebabkan oleh ketidaktahuan terhadap apa yang ada sebenarnya.

"Ketidaktahuan masyarakat terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada mantan penderita kusta adalah yang menyebabkan masyarakat masih bersikap diskriminatif terhadap mantan penderita kusta ini. Di mana ketidaktahuan ini juga dipicu oleh rasa takut," tutur Romo Edy pada saat acara Peluncuran Seruan Nasional Penghapusan Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang yang Pernah Menderita Kusta, yang dilangsungkan di Ballroom Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, dan ditulis pada Jumat (4/4/2014).

Rasa takut yang dimaksud Romo Edy adalah rasa takut karena tidak ingin tertular. Anggapan yang selama ini bergaung mengenai kusta adalah penyakit kutukan dari Tuhan, adalah salah satu faktor yang memicu rasa takut ini di dalam diri masyarakat. Padahal menurut Romo Edy, rasa takut masyarakat dipicu oleh informasi yang salah.

"Akibat informasi yang salah akhirnya malah secara tidak langsung menunjukkan adanya bentuk provokasi terhadap fakta mantan penderita kusta yang sebenarnya. Makanya timbullah sikap diskriminatif pada mantan penderita kusta," imbuhnya.

Untuk itu, Romo Edy bersama para perwakilan organisasi seluruh agama yang ada di Indonesia, menekankan bahwa pentingnya peran tokoh-tokoh beragama dalam memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada masyarakat luas.

"Seruan yang dilakukan oleh lintas agama ini akan memberikan penjelasan bersama yang lebih membuat masyarakat lebih paham dan mendapatkan pencerahan atas yang sebenarnya ada. Diperlukan komunikasi intensif antar tokoh beragama dengan umat dalam melakukan ini," ujar Romo Edy.

"Kami akan memberikan pencerahan terkait paradigma yang sudah terbentuk di masyarakat ini. Memang kami akui, hal ini mungkin tidak akan mudah," tandas Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ir. Ketut Parwata.


Wajah Mudah Memerah Pertanda Punya Tekanan Darah Tinggi? Ini Faktanya

Jakarta - Rona wajah kemerahan seringkali dianggap membuat seseorang tampak lebih menarik. Namun tak sedikit pula yang menganggapnya berbahaya karena disebut sebagai pertanda tekanan darah sedang naik. Benarkah wajah memerah pertanda seseorang punya tekanan darah tinggi?

"Tidak. Ada puluhan penyebab wajah menjadi merah dan tekanan darah tinggi bukan alasan utamanya. Meskipun bukan mustahil, tapi kebanyakan orang yang bertekanan darah tinggi tidak mengalaminya," papar Prof Garry Jennings, ahli kardiologi, seperti dikutip dari ABC, Jumat (4/4/2014).

Bahkan tekanan darah tinggi, yaitu ketika proses pompa darah 'mendesak' dinding arteri melebihi biasanya, hampir tidak memiliki tanda-tanda yang tampak dari luar sama sekali. Inilah yang menurut Prof Jennings menjadi alasan pentingnya seseorang melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin. "Sebagian besar orang dengan tekanan darah tinggi tidak menunjukkan gejala. Jadi untuk tahu pastinya Anda benar-benar harus rutin mengukur," papar Prof Jennings.

Kesalahpahaman ini mungkin muncul karena ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan tekanan darah sekaligus memerahkan wajah, seperti olahraga dan minum minuman alkohol. "Semakin banyak minum minuman alkohol, semakin besar kemungkinan mereka memiliki tekanan darah tinggi berkelanjutan," ujar Prof Jennings.

Begitu juga dengan aktivitas fisik atau olahraga. Meskipun jika dilakukan dengan rutin dapat membantu menjaga tekanan darah tetap sehat. Namun jika dilakukan mendadak dan berlebihan juga dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah.

"Tekanan darah tinggi merupakan masalah yang terjadi pada arteri. Kemerahan seperti apapun sebenarnya terjadi di sisi lain dari sistem sirkulasi atau di dalam pembuluh darah, yang tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan darah," terangnya.

Oleh sebab itu, untuk lebih memastikan apakah tekanan darah yang Anda miliki masih dalam batas normal, Prof Jennings menyarankan orang dewasa untuk memeriksa tekanan darah secara rutin. Tekanan ekstra pada jantung dan pembuluh darah dapat meningkatkan risiko tumpukan lemak dan membentuk penyumbatan, sehingga meningkatkan peluang Anda untuk terkena serangan jantung, stroke dan beberapa penyakit lainnya.

Meskipun ada banyak obat-obatan yang efektif, perubahan gaya hidup yang juga dapat memberi efek positif terhadap tekanan darah di antaranya rutin olahraga, mengurangi asupan garam, jaga berat badan tetap wajar, dan setop merokok serta konsumsi minuman alkohol.

Disebutkan oleh Prof Jennings, wajah merah kemungkinan bisa muncul dari berbagai penyebab termasuk rosacea (kondisi kulit yang juga dapat menyebabkan pembengkakan dan luka), alergi, kondisi peradangan, demam, dan sengatan matahari. Obat-obatan, termasuk beberapa yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah, faktanya juga bisa menyebabkan wajah merah sebagai efek samping.


Begini Langkah-langkah Periksa Payudara Sendiri untuk Deteksi Dini Kanker

Jakarta - Saat ini kanker payudara adalah kasus tertinggi yang menyerang wanita, dan menjadi pembunuh nomor satu untuk kanker yang mematikan bagi wanita. Hal tersebut disebabkan sebagian besar pasien datang terlambat dan keadaan kanker tersebut sudah parah. Karena itu deteksi dini melalui periksa payudara sendiri (Sadari) sangatlah penting.

"Kesadaran wanita untuk memeriksa payudaranya sendiri sangatlah penting. Jika setelah melakukan periksa payudara sendiri, kalau merasa ada keanehan konsultasikan lebih lanjut lagi. Karena kalau lebih awal terdeteksi maka biayanya juga akan semakin murah," kata dr Walta Gautama, Sp.B (K) Onk, Kepala Instalasi Deteksi Dini dan Onkologi Sosial Rumah Sakit Kanker Dharmais, saat hadir dalam acara peluncuran kampanye Sadari, di gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan No 8, Jakarta Pusat, dan ditulis pada Jumat (4/4/2014).

Berikut ini adalah gerakan Sadari, untuk memeriksa payudara sendiri

1. Berdirilah tegak di hadapan cermin. Cermati bila ada perubahan pada bentuk dan permukaan kulit payudara, atau perubahan pada puting.

2. Angkat kedua lengan ke atas, tekuk siku dan posisikan tangan di belakang kepala. Dorong siku ke depan dan cermati payudara Anda, tarik siku ke belakang lalu cermati kembali bentuk dan ukuran payudara.

3. Dengan ujung jari tangan kanan, raba dan tekan area payudara dan cermati seluruh bagian payudara kiri hingga pada bagian ketiak. Ulangi gerakan yang sama pada payudara kanan. Lakukan pola gerakan atas-bawah, gerakang melingkar, dan gerakan lurus dari tepi payudara ke puting lalu sebaliknya.

4. Cubit kedua puting dan cermati jika ada cairan yang keluar dari puting. Jika ada cairan yang keluar maka konsultasikanlah kepada dokter.

5. Pada posisi tidur, taruh bantal di bawah pundak. Angkat lengan kanan ke atas, lalu cermati payudara kanan dan lakukan tiga pola gerakan seperti sebelumnya. Ulangi langkah ini pada sisi yang berlawanan untuk mencermati payudara sebelah kiri.

Gerakan Sadari ini dianjurkan dilakukan selama 7-10 hari, setelah hari pertama menstruasi. Karena pada masa tersebut kepadatan payudara berkurang. Kegiatan ini juga dianjurkan dilakukan 1 kali dalam 3 bulan.


Cegah Tulang Keropos Sejak dalam Kandungan

Jakarta - Osteoporosis dapat dikatakan penyakit yang 'licik' karena tidak ada gejalanya dan menyerang secara diam-diam, atau biasa disebut 'silent disease'. Namun sebenarnya penyakit ini dapat dicegah sejak dini, bahkan ketika anak masih dalam kandungan.

"Misal ketika hamil, perbanyak asupan kalsium bagi ibu. Ketika sudah lahir, si anak sering dikasih minum susu, makan sumber protein dan kalsium seperti ikan teri atau wader," saran Prof Dr dr Nyoman Kertia, SpPD-KR dalam acara pelatihan pencegahan osteoporosis bagi kader PKK provinsi dan 20 kelurahan di Kota Yogyakarta, di Hotel Edotel Yogyakarta, dan ditulis pada Jumat (4/4/2014).

"Yang tak kalah penting, biarkan anak banyak bermain. Karena selain terus bergerak, paparan sinar mataharinya jadi cukup. Ini nanti sampai tumbuh dewasa, kira-kira usia 30 tahunan tulangnya sudah jadi kuat," imbuhnya.

Selain itu, meski tak kelihatan gejalanya, setidaknya osteoporosis bisa dicegah, antara lain dengan mengenali faktor risikonya. Prof Nyoman yang berpraktik di RSUP Dr Sardjito tersebut menerangkan penyebab osteoporosis yang paling sering ditemukan antara lain karena menopause, dampak dari operasi atau mengonsumsi obat-obatan tertentu.

"Dan ternyata dari sebuah riset yang dilakukan di tahun 1996 juga ditemukan wanita yang menopause itu berat badannya tidak boleh turun karena risiko patah tulangnya jadi meningkat," papar ahli gizi dari RSUP Dr Sardjito, Dr Martalena Br. Purba, MCN, Ph.D., sepakat dengan Prof Nyoman.

Riset yang melibatkan 4.000 wanita itu menemukan bila berat badan seorang wanita berumur 50 tahun turun hingga 10 persen saja, maka risiko osteoporosisnya akan naik. Sebaliknya, bila terjadi penambahan berat badan sebesar 5-10 persen, ini justru melindungi tubuhnya dari pengeroposan tulang.

Lagipula tubuh jangan dibiarkan terkena osteoporosis karena menurut hemat Prof Nyoman, dampak yang terlihat jelas pada tubuh penderita osteoporosis adalah tubuh terlihat lebih pendek dan bungkuk. Selain itu tulang jadi mudah patah. Kondisi ini tentu mengganggu aktivitas seseorang, dan yang paling ditakutkan adalah menurunkan kualitas hidupnya.


Hidup dan Tidur di Tempat Kotor Bisa Jadi Sebab Seseorang Terjangkit Kusta

Jakarta - Kusta merupakan penyakit yang termasuk ke dalam golongan neglected disease. Kusta sendiri sudah ada sejak tahun 1873 dan masih terus ada hingga kini. Dengan masih timbulnya berbagai kasus baru mengenai kusta, namun perhatian masyarakat mengenai kusta bisa dikatakan cenderung minim.

Saat ini, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan penderita kusta terbanyak di dunia, di bawah India dan Brazil. Data dari Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa terdapat sebanyak hampir 19 ribu kasus baru mengenai kusta di Indonesia pada tahun 2012. Melihat masih banyaknya jumlah kasus baru yang ada, dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, selaku Menteri Kesehatan RI mengungkapkan bahwa upaya penanggulangan kusta di Indonesia masih cenderung stagnan.

"Lihat pada tahun 2012, kasus barunya itu ada hampir 19 ribu. Ini tandanya penanggulangan kusta ini masih dapat dibilang stagnan," tutur Nafsiah pada saat acara Peluncuran Seruan Nasional Penghapusan Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang yang Pernah Menderita Kusta, yang dilangsungkan di Ballroom Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta, dan ditulis pada Jumat (4/4/2014).

Menurutnya, saat ini yang paling diperlukan untuk menanggulangi kasus kusta di Indonesia adalah edukasi kepada masyarakat supaya mampu mencegah kusta sedini mungkin. Menurut Nafsiah, lingkungan adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam hal pencegahan ini.

"Bakteri kusta ini hidup pada daerah-daerah yang kotor dan tidak higienis sanitasinya. Maka dari itu, pencegahan terutama yang bisa dilakukan adalah menjaga kebersihan daerah tempat tinggal kita. Jika kita hidup dan tidur di tempat yang kotor dalam waktu yang lama, maka itu bisa menjadi penyebabnya," ungkapnya.

Nafsiah menyatakan bahwa penyakit-penyakit seperti malaria, TB, dan kusta merupakan jenis penyakit yang memang sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Ia juga menambahkan bahwa kebersihan yang dijaga tidak hanya bermanfaat dalma mencegah penyakit-penyakit tersebut, melainkan juga untuk mencegah penularan yang dapat ditimbulkan dari penyakit-penyakit tersebut.

"Mari kita cegah sedini mungkin, berikan edukasi kepada masyarakat mengenai cara pencegahan yang dapat dilakukan. Kita harus yakin bahwa kusta pasti bisa hilang dari Indonesia," katanya.


USG Canggih, Praktis dan Bisa Dibawa ke Mana-mana

Bangalore, India - Saat hamil, bisa 'melihat' jabang bayi yang tengah tumbuh di dalam rahim lewat pemeriksaan USG (ultrasonografi) tentu menjadi pengalaman menyenangkan bagi seorang wanita. Sayangnya, hal tersebut tidak bisa dirasakan oleh sebagian wanita yang tinggal jauh dari rumah sakit modern. Sebagai solusinya, diciptakanlah USG portabel yang mudah dibawa ke mana-mana.

USG canggih tersebut diberi nama VISIQ, ultrasound scan yang praktis, mudah digunakan, dan bisa dibawa ke mana-mana. Dengan adanya alat ini, pemeriksaan USG tak hanya bisa dilakukan di rumah sakit besar, melainkan juga di daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota.

"Karena portabel, memungkinkan alat ini digunakan di primary healthcare," ujar Krishnakumar, Vice Chairman, MD, Philips India, dalam acara Philips Global Media Onsite, di Philips Innovation Campus, Bangalore, India, Kamis (3/4/2014).

Tidak seperti USG konvensional yang telah ada, VISIQ menawarkan desain yang sangat portabel. Alat ini hanya terdiri dari tablet tipis, serta alat scan yang terhubung dengan kabel USB. VISIQ juga sangat mudah digunakan dan dirancang dengan kontrol intuitif yang sama dengan smartphone dan tablet. Kesederhanaan yang terintegrasi memungkinkan dokter dengan mudah dan cepat memberikan diagnosis dan perawatan kepada pasien.

"VISIQ bisa melakukan pemindaian dalam beberapa detik," jelas Sujit Kumar, GM Ultrasound Philips India.

Kumar menjelaskan komponen VISIQ merupakan miniatur dalam transduser dan dirancang untuk bekerja dengan layar kompak, sinyal pengolahan canggih, yang mampu memberikan hasil gambar diagnosis klinis yang optimal, bahkan untuk kasus sulit sekali pun.

Dokter hanya perlu bekerja dengan tablet layar sentuh, memilih ikon yang diperlukan, memperkecil atau memperbesar gambar dengan mudah, dan memberikan diagnosis yang tepat pada pasien, kapanpun dan di manapun.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...