Wednesday, June 26, 2013

Mengais Air Bersih di Bekas Pengerukan Pasir Pulau Bintan

Riau - Genangan air di tanah kosong tersebut bukan danau, bukan pula bendungan karena tidak ada sungai yang mengalirinya. Hanya ceruk bekas pengerukan pasir yang menampung air hujan. Namun dari genangan tersebut, 360 keluarga menggantungkan kebutuhan air bersihnya.

Di wilayah pesisir pantai seperti Desa Kawal, Kecamatan Gunungkijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ini, mencari air bersih adalah pekerjaan yang tidak mudah. Kontaminasi air laut serta mineral tertentu yang mengganggu kesehatan membuat air tanah tidak bisa begitu saja dikonsumsi.

Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat berupaya mengatasi hal itu lewat pembangunan instalasi pengolah air pada tahun 2009. Instalasi tersebut merupakan bagian dari Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (SPAM-IKK) yang digagas Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL).

Air baku yang dipakai adalah air tidak bergerak yang menggenangi ceruk-ceruk bekas pengerukan pasir seluas 6 hektar. Dengan teknologi aerasi yang ditanam di instalasi tersebut, air baku yang kotor dan terkontaminasi bisa diolah menjadi bersih.

"Sudah bisa melayani Kelurahan Kawal. Saat ini ada 360 SR (Sambungan Rumah) yang memanfaatkannya," kata Agus Wahid, seorang petugas yang mengelola instalasi tersebut saat ditemui detikHealth di lokasi, seperti ditulis pada Rabu (26/6/2014).

Air bersih yang didistribusikan tidak gratis, warga dikenakan tarif sebesar Rp 5.000/m3 untuk rumah tangga dan Rp 7.000/m3 untuk industri. Apabila 3 bulan berturut-turut menunggak iuran, maka sambungan akan diputus dan instalasi berupa pipa dan meteran akan ditarik.

Dengan kapasitas produksi air bersih sebanyak 10 liter perdetik, instalasi ini sudah cukup memenuhi kebutuhan air bersih warga sekitar. Namun demikian, sebagian pihak menilai pemanfaatannya masih belum sesuai dengan target yang diharapkan.

"Dilihat dari pemanfaatannya, masih belum memenuhi target sasaran. Prasarana sudah bagus tetapi baru bisa dimanfaatkan oleh 260 SR padahal seharusnya bisa 700 SR," kata Yoyok Setio Utomo, ST dari Direktorat Jendral Cipta Karya, Kementerian PU usai meninjau SPAM-IKK Kelurahan Kawal.

Ketua Pelaksana Harian Sekretarian Pokja AMPL Nasional, Nurul Wajah Mujahid mengakui adanya kendala dalam pemanfaatan. Penduduk kepulauan yang cenderung tersebar menyulitkan pengadaan prasarana sehingga kurang efisien bila dihitung secara ekonomi, meski di sisi lain tetap harus dilayani.

"Kendala lainnya adalah ketersediaan air baku yang memang terbatas. Sumber air susah didapat. Untuk air di bekas-bekas pertambangan pasir maupun bauksit, kita harus memperhitungkan kandungan mineral dan lain sebagainya. Perlu diuji benar-benar," kata Nurul.


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...